Umar pernah mengatakan, Rakyat akan menunaikan kepada pemimpinn
apa-apa yang pemimpin tunaikan kepada Allah. Apabila pemimpin
bermewah-mewahan, maka rakyat akan bermewah-mewahan." (Dr Muhammad
Rawwas Qal'ah Jie, Mausu'ah Fikih Umar bin Al- Khathab)
Umar adalah seorang pemimpin yang sangat ketat melakukan
introspeksi terhadap diri dan anggota keluarganya. Ia sadar bahwa
pandangan rakyat akan tertuju padanya. Dan, tidak ada gunanya bila ia
bertindak keras terhadap dirinya, sementara anggota keluarganya
bermewah-mewahan yang mengakibatkan mereka akan dihisab di akhirat kelak
dan lidah rakyat tidak mengasihi mereka di dunia.
Menurut Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam kitabnya, Syakhsiyatu Umar wa Aruhu, Umar
adalah orang yang sangat ketat mengawasi dan memeriksa tindak-tanduk
anak-anaknya, istri-istrinya dan kaum kerabatnya. Ia juga melarang
anggota keluarganya memanfaatkan fasilitas-fasilitas umum yang
dikhususkan negara bagi sekelompok orang. Sebab, Umar khawatir bila
anggota keluarganya mengkhususkan fasilitas tersebut untuk mereka.
Menukil Ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya, Manaqib Umar, Ash-Shalabi menuliskan
sebuah kisah dari putra Umar, Abdullah. Abdullah bin Umar bercerita,
"Aku pernah membeli beberapa ekor unta dan kugiring ke tempat
penggembalaan. Setelah unta-unta itu besar dan gemuk, aku mengambilnya."
Abdullah kemudian melanjutkan ceritanya, "Taktala Umar pergi ke
pasar, ia melihat beberapa ekor unta yang berbadan gemuk. "Siapa pemilik
unta-unta ini?" tanya Umar. Dikatakan kepada Umar, "Unta-unta ini
adalah milik Abdullah bin Umar."
Kemudian, Umar mengatakan kepada saya,"Wahai Abdullah bin Umar,
Anda hebat!hebat..! Anda adalah seorang putra Amirul Mukminin! Ada apa
dengan unta-unta ini. "
Kujawab,"Dulu unta-unta ini kubeli dan kukirim ke tempat
penggembalaan sebagaimana dilakukan kaum muslimin." Umar berkata,"Mereka
pasti mengatakan,"Gembalakanlah unta-unta milik putra Amirul Mukminin!
Berilah minum unta-unta milik putra Amirul Mukminin! Hai Abdullah,
Ambillah modalmu dan masukkanlah sisa (keuntungannya) Ke Baitul Maal
kaum Muslimin."
Dalam kisah yang lain, seperti ditulis Adz-Dzahabi dalam kitabnya,
Tarikh Al-Islam, Abdullah bin Umar bercerita, "Dulu, saya ikut dalam
Perang jalula, perang melawan Persia. Saat itu, saya membeli sebuah
barang dari hasil rampasan perang seharga 40 ribu dirham. Setelah saya
bertemu dengan Umar, ia bertanya, "Bagaimana pendapatmu sekiranya kamu
dilemparkan ke neraka, lalu ditanyakan kepada kamu, "Tebuslah barang
ini! Apakah kamu akan menebusnya dengan barang itu?"
Kujawab, "Demi Allah, tidak ada sesuatu yang menyusahkan Anda
melainkan saya akan menebus untuk Anda dari hal tersebut." Umar berkata,
"Aku ini seolah-olah menyaksikan rakyat pada saat menjalankan transaksi
jual beli. Mereka mengatakan, 'Ini adalah Abdullah, sahabat Rasulullah,
putra Amirul Mukminin dan orang yang paling dicintainya.' Aku akan bagi
dan aku akan dimintai pertanggungjawaban. Aku akan memberimu lebih
banyak dari keuntungan yang diperoleh pedagang Qurays. Kamu berhak
mendapat untung satu dirham dari setiap satu dirham modalmu."
Abdullah selanjutnya bercerita, "Kemudian Umar memanggil para
pedagang. Mereka membeli barang itu seharga 400 ribu dirham. Umar
menyerahkan kepada saya sebesar 80 ribu dirham, dan sisanya ia kirimkan
kepad Sa'ad bin Abi Waqqash untuk dibagikan kepada publik."
[Shodiq Ramadhan]