Blogroll

» Suara muslimin bersatu. Menyampaikan kebenaran dengan berterus terang, tiada hari tanpa tholabulillmi mengkaji mengaji mencari ridhlo illahi rabbi, Di Pancarluaskan di jalan Tanjung Mulang No 26 Setiaratu Cibeureum Kota Tasikmalaya «

Rabu, 02 April 2014

Partai Islam Bisa Menang

Konsistensi Parpol Islam untuk menegaskan dirinya sebagai partai berideologi Islam dan memperjuangkan syariat Islam secara teguh insya Allah akan membawa parpol Islam pada suatu kemenangan.

Hitung-hitungan berdasarkan jumlah pemeluk agama di Indonesia, harusnya Partai Islam bisa menang. Jumlah penduduk Indonesia beragama Islam lebih dari 88 persen. Ormas Islam, jumlah anggotanya juga besar. Konon ormas Islam terbesar pertama, Nahdlatul Ulama (NU) mengklaim jumlah anggotanya mencapai 60 juta orang, sedangkan Muhammadiyah, ormas Islam terbesar kedua jumlah anggotanya lebih dari 30 juta orang. Artinya, dengan dua ormas ini saja, Partai Islam harusnya sudah menang mutlak di negeri ini. Namun faktanya tidak, mengapa bisa terjadi demikian?.

Marilah kita tengok sejarah Pemilu di Indonesia dan kemudian dibandingkan perolehan suara dan kursi antara Pemilu pertama pada 1955 dengan Pemilu terakhir pada 2009 lalu.

Menurut Deliar Nur, seperti dikutip Ahmad Mansyur Suryanegara dalam bukunya Api Sejarah 2, pada Pemilu 1955, seluruh Partai Islam memperoleh 16.518.332 suara dan 115 kursi di DPR, termasuk Partai Persatuan Thariqat Islam (PPTI) yang memperoleh 85.131 suara dengan 1 kursi. Jumlah kursi DPR saat itu 272 kursi. Artinya Partai Islam memperoleh 42 persen kursi. Partai Masjumi mendapatkan jumlah tertinggi dan memenangkan 14 daerah pemilihan dari 16 daerah pemilihan (dapil), dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. “Merupakan pertanda umat Islam benar-benar merupakan mayoritas yang hidup dan sadar politik,” tulis Guru Besar Sejarah Universitas Padjajaran, Bandung itu. Sementara NU memperoleh suara besar di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Selatan. “Angka-angka yang demikian besar menjadikan lawan politik Islam resah karenanya,” lanjut Mansyur.

Sementara dalam Konstituante, Partai Islam memperoleh 16.464.008 suara dan 228 kursi, masing-masing terbagi atas: Partai Islam Indonesia Masyumi 112 kursi (7.789.619 suara), Partai Nahdlatul Ulama 91 kursi (6.989.333 suara), PSII 16 kursi (1.059.922 suara), PERTI 7 kursi (465.359 suara), PPTI 1 kursi (74,913 suara), ditambah dengan Angkatan Kesatuan Umat Islam (AKUI) Jawa Timur 1 kursi (84.862 suara). Sementara partai non-Islam, seperti PNI mendapatkan 119 kursi (9.070.218 suara), PKI 80 kursi (6.232.512 suara), dan lain-lain 66 kursi dengan 11.627.544 suara.  Perolehan suara ini menempatkan Masyumi berada di urutan kedua parpol terbesar saat itu setelah PNI. Bila kursi Masyumi dan NU digabung, maka kursi yang diperoleh sebesar 49,36 persen.

Lalu marilah kita bandingkan dengan perolehan suara partai Islam (yang tegas berasas Islam), dan juga partai berbasis massa Islam, pada Pemilu 2009 lalu. Jika Pemilu 1955 diikuti 155 kontestan, baik parpol maupun perseorangan, Pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai. Dari 38 partai itu, tujuh partai berasas Islam dan dua partai lainnya disebut partai berbasis massa Islam, dengan total perolehan suara 29,21 persen (30.387.468 suara). Karena pada Pemilu 2009 untuk DPR diterapkan aturan ambang batas perolehan suara 2,5 persen, maka dari sembilan partai itu, yang lolos ke Senayan hanya empat partai, yakni PKS dengan 57 kursi, PAN 43 kursi, PKB 27 kursi dan PPP 37 kursi. Total partai Islam dan berbasis massa Islam itu mendapatkan 164 kursi dari total 560 kursi di DPR (29,3 persen).

PKS saat menggelar kampanye di Gelora Bung Karno, Senayan, Ahad (16/3/2014) lalu.
Nampak jelas, ada penurunan perolehan suara partai Islam yang cukup signifikan. Pertanyaannya, apa yang menyebabkan penurunan perolehan suara parpol Islam itu?. “Ada dua sebab, eksternal dan internal,” kata Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab kepada Suara Islam.

Faktor eksternal adalah adanya propaganda Liberal yang dilakukan sejak zaman Hindia Belanda hingga saat ini melalui racun sekulerisme. Setidaknya, kata Habib Rizieq ada tiga ungkapan batil yang ditanamkan kepada umat. Pertama, meracuni umat Islam dengan pemahaman bahwa Islam agama yang suci dan mulia lagi bersih, sedang politik penuh intrik dan licik serta kotor. Karenanya, jangan bawa agama Islam yang bersih itu ke dalam dunia politik yang kotor. “Kalimat ini bukan untuk memuji kesucian Islam, tapi untuk menjauhkan Islam dari dunia politik,” ungkapnya.

Kedua, meracuni umat Islam dengan pemikiran bahwa hukum Islam itu baik, dulu di zaman Nabi Saw sukses diterapkan karena masyarakat Sahabat adalah umat terbaik. Karenanya, jika ingin sukses penerapan syariat Islam saat ini, maka umatnya harus baik dulu. Penerapan syariat Islam akan menjadi beban yang sangat berat sekali bagi umat Islam yang belum menjadi generasi umat yang baik. Oleh sebab itu, jangan dulu memformalisasikan syariat Islam di Indonesia, karena faktanya umat Islam Indonesia belum menjadi generasi yang baik sebagaimana di zaman Sahabat, tapi cukup dakwah perbaikan moral saja untuk menjadikan mereka sebagai umat yang baik dulu. “Kalimat ini bukan untuk memuji hukum Islam dan kebaikan generasi sahabat, tapi untuk menghentikan perjuangan formalisasi syariat Islam dengan dalih perbaikan moral,” ungkapnya.

Ketiga, pada praktiknya ternyata partai-partai sekuler yang anti syariat Islam, sejak dulu hingga kini, justru tidak kalah getol "jualan Islam" untuk menarik minat umat Islam. Merekalah yang selama ini mempolitisasi agama dengan menggaet para kyai, tokoh Islam dan bahkan membentuk ormas Islam sebagai underbow partai. Secara terstruktur mereka juga membuat majelis taklim dan tabligh politik. Inilah yang kemudian menipu umat Islam, sehingga mereka berpandangan partai sekuler itu “Islami” juga. Ujungnya, umat Islam tidak akan memiliki beban apa pun untuk meninggalkan partai Islam. Bahkan di antara mereka ada yang merasa "berpahala" memenangkan partai sekuler karena dianggap sangat "Islami". Itulah sebabnya, partai sekuler selalu menang, dan akhirnya menjadi penghalang penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara.

Sebab internal adalah adanya perpecahan di tubuh partai Islam. Masyumi misalnya, mengalami perpecahan ketika NU mendeklarasikan diri sebagai partai politik sendiri pada 1 Mei 1952/6 Sya’ban 1371 di Palembang, Sumatera Selatan. Ini merupakan perpecahan kedua setelah pada 1949, Syarikat Islam juga keluar dari Masyumi. Padahal sebelumnya, secara bersama-sama, para ulama dari Persyarikatan Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), NU, Matlaul Anwar, Persatuan Umat Islam (PUI), Al Wasliyah dan Syarikat Islam telah duduk bersama dalam Partai Masyumi sejak didirikan pada 7 November 1945 di Yogyakarta. Bahkan Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari duduk sebagai Ketua Umum Majelis Syuro.

Sekarang ini, “keributan” di tubuh umat Islam semakin ramai. Apalagi setelah masuknya gagasan-gagasan anti pemilu dari beberapa elemen umat Islam. Secara jumlah mereka tidak banyak, tetapi opini yang mereka bangun cukup efektif untuk mempengaruhi umat. Perilaku tokoh-tokoh atau politisi partai Islam yang kerapkali bertentangan dengan Islam juga berkontribusi membuat sebagian umat berlari dari partai Islam. Ditambah dengan rasa apatis yang melanda umat yang mengakibatkan mereka tidak mau peduli terhadap urusan politik.

Alhasil, supaya partai Islam dapat memenangkan pertarungan, ada sejumlah pekerjaan besar yang harus dilakukan. Perlawanan terhadap sekulerisme, ideologisasi partai Islam dan keteguhan para politisi Islam memegang syariat Islam adalah syarat-syarat yang tak dapat dihindarkan. Jika hal itu dilakukan, langkah berikutnya adalah menyatukan potensi umat yang terserak, terutama ormas-ormas Islam yang memiliki anggota jutaan orang. Sehingga harapan kemenangan Partai Islam itu akan tercapai.

Optimisme kemenangan partai Islam muncul dari Ketua Umum Partai Bulan Bintang MS Kaban. Kaban yakin seyakin-yakinnya, berkuasanya partai Islam di Indonesia hanyalah soal waktu saja. Kemenangan itu menurutnya memerlukan tokoh-tokoh politik Islam yang sesuai harapan masyarakat.

Kaban menarik pelajaran dari kemenangan AKP di Turki. Selama 80 tahun, partai Islam negeri paling sekuler itu dipasung. Mereka tak mendapatkan kesempatan untuk menjalankan peran dan menjadi pilihan rakyat. Hingga akhirnya, setelah puluhan tahun, dua partai sekuler yang selama ini berkuasa mengecewakan rakyat sehingga mereka berbondong-bondong mendukung AKP.

Hal yang sama terjadi di Indonesia. Selama 68 tahun merdeka, Partai Islam belum diberi kesempatan untuk memimpin. Padahal faktanya, selama 68 tahun memimpin negeri ini, partai-partai sekuler itu hanya pandai menumpuk utang luar negeri. “Mungkin suatu saat nanti akan lahir generasi baru yang lebih kritis dan cerdas serta mereka ingin mencari alternatif  dan mungkin itu ada pada parpol Islam. Tetapi parpol Islam yang mana, sejarahlah yang akan menjawabnya,” harap Kaban.
Dua pria memuat kotak ke sebuah sepeda motor yang mengangkut trailer tunggal. Terminal bea dan cukai Jalur Gaza dengan Mesir di perbatasan selatan, dahulu sarat akan aktivitas perdagangan, sekarang terlihat begitu kosong, setelah militer Mesir mulai menghancurkan jaringan terowongan Gaza (jalur keluar-masuk barang warga sipil), pasca penggulingan Presiden Mesir Muhammad Mursi.
Pada bulan Maret, pemerintah Mesir mengumumkan penghancuran 1.370 terowongan di sepanjang perbatasan Gaza .
” Mereka bekerja sangat keras untuk menghancurkan semua terowongan sekarang,” kata penjaga perbatasan Hamas, Muhammad Abu Hossam kepada Al Jazeera dari pos penjagaan di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir. ” Anda lihat ledakan yang dilancarkan pihak mereka, itu seperti perang. Kemarin sebanyak 20 kali dan hari ini 10.”
Israel memberlakukan blokade semua jalur darat dan laut menuju Gaza. Sekarang memasuki tahun kedelapan. Itulah yang menyebabkan pembangunan terowongan untuk mengimpor obat-obatan, makanan, barang-barang konsumsi dan bahan bangunan. Sementara beberapa pihak berspekulasi bahwa terowongan ini memperkaya pengusaha konstruksi terowongan. Banyak yang menuduh warga sipil mengomersialisasi terowongan untuk wanita bersalin, juga untuk distribusi dan pasokan bahan untuk industri konstruksi.
“Terowongan itu dihancurkan dua bulan yang lalu ketika orang Mesir mengisinya dengan air,” tukas Ahmad, seorang buruh yang bekerja di terowongan, ia menolehkan wajahnya ke arah pintu masuk gelap.” Sekarang, tidak ada yang harus dilakukan dan tidak ada kesempatan bagi orang untuk bekerja. Jika terowongan terbuka, ada pekerjaan di Gaza. Aku punya istri dan dua anak untuk diberi makan dan saya khawatir akan mereka.”
Saat terowongan masih beroperasi, terowongan mempekerjakan sekitar 20 orang untuk memindahkan barang di bawah tanah ke truk dan mendistribusikannya di sekitar Gaza.
“Dulu aku mendapatkan bayaran 80 shekel [$ 23] per hari, membawa pasir selama konstruksi dan membawa barang-barang ke truk yang sudah menunggu,” kata Ahmad.
Penutupan perbatasan yang rentan konflik
Pembongkaran terowongan Gaza bersamaan dengan penutupan resmi penyeberangan perbatasan Rafah, merupakan bagian dari permusuhan pemerintahan Kairo terhadap Hamas di Gaza. Mesir menuduh adanya hubungan antara Hamas dan kelompok-kelompok bersenjata yang beroperasi keluar dari Sinai dan pada tanggal 4 Maret, Pengadilan Tinggi Mesir melarang Hamas beroperasi di Mesir dan pemerintah yang terpilih dituduh sebagai gerakan “organisasi teroris”.
Peningkatan krisis moneter menguji kemampuan pemerintah untuk berfungsi optimal. Kementerian Ekonomi memperkirakan kerugian pendapatan dari impor sekitar $ 460M dari Juli hingga Desember, dan 50.000 PNS hanya menerima gaji setengahnya selama empat bulan terakhir.
“Pemerintah sedang menghadapi banyak masalah. Pekerja pemerintah mendukung gerakan kami dan kami memiliki rencana darurat tetapi tidak cukup uang, ” al- Isra Modallal, juru bicara Hamas, mengatakan kepada Al Jazeera. Ia menambahkan bahwa blokade Israel dan Mesir adalah hukuman kolektif yang menciptakan krisis kemanusiaan .
“Semua sektor kehidupan terkena dampak. Terowongan-terowongan adalah aliran kehidupan Gaza dan penutupan mereka mempengaruhi semua sektor ekonomi dan menempatkan masalah besar bagi pemerintah. Orang-orang yang ditangkapi (“Israel”), dihukum sedangkan mereka tidak melakukan (kesalahan) apa-apa,” katanya. “Mereka membutuhkan kemerdekaan, kebebasan dan keadilan. Yang mereka bicarakan hanya (yang dibutuhkan) tentang listrik , makanan dan air.”
Di tengah ketegangan krisis yang kian berkembang, gencatan bersenjata di Gaza oleh “Israel” terus meningkat. Pada tanggal 12 Maret , Mujahidin menembakkan lebih dari 70 roket ke “Israel” setelah pembunuhan tiga anggotanya dan warga sipil di Rafah.
“Kita dapat mengontrol keamanan di Gaza, tapi kita tidak bisa mengendalikan pemberontakan rakyat,” al – Modallal memperingatkan. ” Kita tidak bisa mengendalikan intifadhah ketiga.”
Kekurangan komoditas
Tekanan meningkat terhadap warga sipil di Gaza, hampir 60 persen di antaranya adalah makanan yang tidak sehat. Hanya lima persen dari air setempat layak untuk dikonsumsi. Perkiraan PBB pengangguran telah meningkat dari 32,5 persen pada September, menjadi sekitar 40 persen. Selain orang langsung diberhentikan dari pekerjakan membuat terowongan, kekurangan bahan bangunan juga telah menghentikan sebagian besar proyek-proyek konstruksi di Gaza dan meninggalkan banyak pengangguran. Kenaikan harga telah menciptakan tekanan bagi 1,7 juta penduduk Gaza.
Setelah kekurangan komoditas di awal tahun, Israel meningkatkan impor bahan bakar 20 kali lipat untuk mengimbangi bahan bakar yang lebih murah sebelumnya yang berasal dari Mesir, dengan harga dua kali lipat. Harga gas untuk memasak meningkat lebih dari 20 persen, roti dan harga beras masing-masing telah naik 11 dan 33 persen.
Perubahan dapat diukur dalam pembelian barang-barang konsumsi. Masrool Ramadan, pemilik Abu Musa Electronics di Rafah, mengatakan tidak ada yang membeli barang kecuali itu karena kebutuhan mendesak.
“Jika seseorang perlu membeli dan mereka mampu membelinya, mereka membeli, tapi sekarang tidak ada pasar dan situasi buruk,” katanya, sambil mendongakkan kepala ke beberapa kulkas di depan tokonya.” Kami dulu bisa mendapatkan lemari es baru buatan Jepang dan Korea dari Mesir, tapi sekarang semua yang bisa kita dapatkan adalah produk-produk bekas “Israel”. Ini sangat sulit untuk membeli dari “Israel”. Barang-barang kami datang melalui penyeberangan dan kita harus membayar biaya penjagaan barang untuk setiap hari. Kadang-kadang mereka bisa menunggu selama satu bulan dan kami harus selama itu pula.”
Masrool mengakui perekonomian terowongan itu hanya solusi sementara, selama masih mencari perbaikan permanen dalam hubungan antara Gaza dan dunia luar.
” Mereka membuat terowongan karena kami tidak punya pilihan – itulah yang harus kita lakukan untuk hidup,” katanya . “Semua orang tahu ini hanya sejenak dan tidak selamanya. Kami berharap perbatasan akan terbuka dan kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan secara legal, tapi sekarang tidak ada lampu di jalan dan tidak ada harapan.”
Bagi mereka yang diinvestasikan dalam ekonomi terowongan persepsi mereka tentang situasi tergantung pada tingkat kerugian mereka. Omar Ezam mampu mempertimbangkan hal-hal filosofis saat ia duduk di atas terowongannya hancur melihat tumpukan baja memutar dan puing-puing yang dulunya rumah melindungi pintu masuk Mesir untuk terowongannya.
“Lihatlah jalan tersebut. Dulunya jalur itu sibuk dengan truk tapi sekarang anjing menguasainya,” katanya melambai ke arah segerombolan anjing berkeliaran di kejauhan. Dia duduk di atas tumpukan karung pasir yang berjalan di depan terowongan untuk melindungi aktivitasnya dari mata tentara Mesir di perbatasan.
” Morsi seperti semua bunga dan mawar – yang ada pada kehidupan nyata!” katanya . “Kami memiliki harapan agar Sisi hengkang. (Jika ia terpilih) saat itu, sulit untuk dibayangkan apa yang akan terjadi,” kata Omar.” Orang-orang Mesir memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka, tapi kami meminta mereka untuk tidak melupakan saudara-saudara mereka di Gaza. Kami juga perlu bernapas.” (adibahasan/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2014/04/01/terowongan-jaring-jaring-kehidupan-warga-gaza.html#sthash.b3ZaLXAM.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar