Blogroll

» Suara muslimin bersatu. Menyampaikan kebenaran dengan berterus terang, tiada hari tanpa tholabulillmi mengkaji mengaji mencari ridhlo illahi rabbi, Di Pancarluaskan di jalan Tanjung Mulang No 26 Setiaratu Cibeureum Kota Tasikmalaya «

Minggu, 10 Januari 2016

Pemimpin Negara Harus Merasakan Penderitaan Rakyatnya


Khalifah Umar ra tidak mengambil harta umat (baitul mal) kecuali sekedarnya. Kata Umar : “Aku tidak mendapati harta ini kecuali dalam tiga hal: mengambilnya secara benar, menggunakannya dengan benar dan mencegahnya dari kebatilan. Sesungguhnya aku dan hartamu seperti harta anak yatim: Apabila aku kaya, maka aku akan menjaganya dan apabila aku kekurangan aku mengambilnya dengan makruf.”
 
Sayidina Umar menggunakan harta baitul mal sesuai dengan kondisi rakyatnya. Bila rakyat dalam kondisi berkecukupan, ia dan keluarganya menggunakan harta seperlunya. Bila rakyat dalam kondisi susah, Umar akan memberlakukan diri dan keluarganya lebih susah lagi. Sehingga suatu saat anaknya Hafsah protes kepada Sayidina Umar tentang makanan di keluarga yang tidak enak. Padahal Umar berhak untuk mengambil makanan itu dari Baitul Mal. Tapi Umar tidak melakukannya. Dalam kondisi negara susah, Umar juga pernah hanya makan roti dengan dicelupkan minyak zaitun saja.

 
“Di kalangan bangsa Arab, orang yang tidak terbiasa makan begitu akan muntah,” terang Ustadz Abdurrahman Al Baghdadi dalam kajian tentang Ensiklopedi Fiqh Umar di Jakarta, Rabu (12/11/2014).

 
Maka pernah suatu ketika tamu datang menyuguhi Umar dengan makanan-makanan yang enak, tapi Umar tidak mau memakannya, karena mengingat rakyatnya dalam kondisi susah. Khalifah mulia ini ingin rakyat merasakan makanan yang sama seperti dirinya. 

 
Karena kesederhanaan dan kejujuran Umar terhadap harta rakyatnya, hingga prajurit Umar pun meniru sikap Umar ini. Hingga ketika pasukan yang dikirim Umar menaklukkan Raja Kisra (Persia), para prajurit ini membawa semua rampasan perang kepada pemimpin negara (Umar). Akhirnya Umar teringat kepada janji Rasulullah kepada sahabat Suraqah bahwa suatu saat pasukan Islam akan menaklukkan Kisra. Umar kemudian memanggil Suraqah dan menyatakan kebenaran janji Rasulullah itu dan sekaligus menyerahkan gelang dan mahkota Raja Kisra kepada Suraqah sebagaimana yang dijanjikan kepada sahabat itu.

 
Begitu hati-hatinya Umar terhadap Baitul Mal, sehingga ia tidak mau meminjam uang Baitul Mal. Abu Ubaid dalam kitab Al Amwal mengisahkan bahwa suatu saat Umar bin Khattab meminjam uang 400 dirham kepada Abdurrahman bin Auf.  Sahabat ini heran dan kemudian bertanya kepada Umar:”Engkau mau pinjam uang kepadaku padahal di sisimu ada Baitul Mal? Engkau kan bisa meminjamnya dan kemudian nanti mengembalikannya?” Jawab Umar ra: “Aku khawatir musibah menimpaku. Sehingga kamu dan sahabat-sahabat berkata apa yang ditinggalkan Amirul Mukminin? Dan ditimpakan pula mizan di hari akhir. Tetapi aku pinjam kepadamu karena kamu ‘kikir’ dan apabila aku meninggal dunia kamu dapat mendatangi ahli warisku untuk menagihnya.”

 
Meskipun keluarga atau saudaranya ingin meminta uang negara (baitul mal), Umar tidak akan memberikannya, apabila tidak sesuai dengan haknya. Hingga suatu kali pernah saudara iparnya mendatanginya ingin minta harta baitul mal. Umar kemudian bertanya kepadanya: “Kenapa kamu minta harta Allah (Baitul Mal)? Apa yang harus aku ucapkan di hadapan Allah bila aku disebut penguasa yang khianat? Kenapa kamu nggak minta harta pribadiku dan aku akan memberimu harta yang banya.” 

 
Jadi di sini, menurut Ustadz Abdurrahman, Umar memisahkan harta pribadi dengan harta Baitul Mal. Untuk harta negara, maka Umar akan sangat berhati-hati. Sedangkan untuk harta pribadi yang dimilikinya Umar akan menyedekahkan hartanya kapan saja ia mau. 

 
[Nuim Hidayat]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar