SuaraMimbarMedia.com - Pemuda yang tak banyak bicara, namun sekali terucap
 beberapa patah kata dari lisannya, selalu didengar oleh orang-orang 
disekitarnya. 
Adalah Abu Sayyaf al Indunisiy -taqobbalahullah-, pemuda asal daratan
 Nusantara yang mengomandoi satu Kompi pasukan Daulah Islamiyyah di bumi
 Syam, atau empat regu Junud Khilafah berjumlah 53 personel Mujahidin.
Tinta emas sejarah Jihad Global telah mencatatnya sebagai salah satu 
diantara kaum Muslimin Indonesia yang menjadi generasi pertama orang 
yang berhijrah dan berjihad di bumi Syam untuk membela kehormatan kaum 
muslimin.
Dan ia telah membuktikan niatnya secara jujur untuk berjihad dengan 
gugur syahid di belahan bumi yang sama dalam keadaan sabar dan tsabat, 
menapaki suka cita dan pahit getirnya perjuangan meninggikan kalimat 
Allah.
“Tinggalkan kelemahan berupa perpecahan jama’ah-jama’ah, karena kini kita kuat bersatu di bawah naungan Khilafah.” [Abu Sayyaf al Indunisiy]
Di usianya yang masih muda, ia tinggalkan bangku sekolahnya yang 
cemerlang di luar negeri untuk hidup memburu kemuliaan akhirat di 
parit-parit Jihad yang berdebu.
Abu Sayyaf juga pernah menghadapi fase-fase pertama serangan 
pengkhianatan Shohawat Syam terhadap Daulah Islamiyyah yang berkecamuk 
di Idlib, di awal Januari 2013.
Sebagaimana halnya dengan Abu Muhammad al Indunisiy -taqobbalahullah-
 yang memburu kesyahidan di bumi para anak dan cucu Sholahuddin, Iraq. 
Abu Sayyaf ditangkap dan ditawan oleh Shohawat, dan diancam untuk 
dibunuh atau dikembalikan pulang menuju negeri asalnya.
Atas keutamaan dari Allah, ia ditolong oleh para ikhwah Anshor, 
meloloskan diri dari penjara para pengkhianat, di tengah rentetan 
tembakan.
Semenjak saat itu, karir Jihadnya terus melonjak. Ia terlibat dalam 
berbagai operasi futuhat penting Daulah Islamiyyah di wilayah Syam.
Abu Sayyaf -taqobbalahullah-, tengah memberikan arahan bagi dua ketua regu Mujahidin yang dipimpinnya dalam operasi pertempuran di Tal Ruman, pinggiran Tal Tamr, wilayah al Barakah
Di tengah aktivitas jihadnya, tenaga dan pikirannya juga dikerahkan 
untuk mencari cara bagaimana menolong kaum muslimin di Asia Tenggara, 
utamanya Rohingya.
Keseriusan tekadnya itu ia buktikan, dimana Daulah Islamiyyah 
memilihnya sebagai satu diantara segelintir ikhwah yang disekolahkan di 
Akademi Militer Khusus, madrasah bagi calon-calon pemimpin Jihad di masa
 depan.
Ia kemudian diamanahi untuk mengetuai 53 personel Junud Daulah 
Islamiyyah asal Indonesia dan Malaysia. Di bawah komandonya, ia memimpin
 dua operasi militer besar membebaskan sejumlah kawasan di sepanjang 
tepi sungai Khobuur, Tal Tamr dari pasukan Komunis PKK.
Abu Sayyaf -taqobbalahullah- di tepi sungai Khobuur, dan ladang bunga Tal Ruman, pinggiran Tal Tamr, wilayah al Barakah
Abu Sayyaf al Indunisiy menutup perjalanan panjang jihadnya di bumi 
Syam dengan akhir yang indah, gugur syahid ketika melawan berhala Hubbal
 abad ini, yakni Salibis Amerika.
“Aku bermimpi melihat suamiku, Abu Hudzaifah yang baru saja syahid, memakai pakaian asykari (militer) lengkap. Ia tengah bercengkrama dan bercanda ria dengan Abu Sayyaf yang lebih dahulu syahid, memakai baju gamis putih yang bagus sekali.
Saat masih hidup, keduanya memang sahabat karib dari ketika masih di Indonesia. Bahkan setelah keduanya gugur, aku masih merasakan nuansa yang sama.” [Kesaksian Ummu Hudzaifah]
Pesawat-pesawat koalisi menghujamkan bom ketika ia tengah maju dengan
 gagah berani, untuk menolong sebagian pasukannya yang terluka di front 
pertempuran dekat Jabal Khilafah, atau yang dulunya bernama Gunung Abdul
 Aziz, wilayah al Barakah.
“Ana tidak bisa meninggalkan ikhwan-ikhwan yang berjatuhan akibat 
serangan bombardir disana,” demikian kata-kata terakhir yang 
diucapkannya, sembari menahan perihnya luka terkena sabetan pecahan bom 
Salibis.
Kepergiannya meninggalkan banyak kenangan pun pelajaran hidup yang 
berharga bagi orang-orang di sekelilingnya. Sosok pemimpin yang penuh 
kewibawaan, yang disegani dan disayangi oleh banyak ikhwah Mujahidin. 
[AW/Azzam Media]

 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar