Sebagai seorang Nabi, sekaligus Kepala
Negara yang mengurusi urusan masyarakat, tidak selamanya hubungan
Rasulullah Saw dengan para sahabatnya berlangsung serius. Ada
kondisi-kondisi tertentu dimana beliau juga melontarkan candaan. Hanya
bedanya dengan umatnya pada hari ini, candaan Rasulullah tidak
berlebihan. Dan tentu saja tetap berpegang teguh pada kebenaran dan
kejujuran dalam candanya.
Said Hawwa dalam kitabnya, Ar-Rasul Saw, menuliskan sejumlah hadits yang menunjukkan sejumlah candaan Rasululah kepada para sahabatnya.
Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik,
“Seorang datang pada Nabi Saw dan meminta pada beliau untuk dinaikkan
kendaraan, Rasulullah Saw menjawab, ‘Aku akan menaikkan kamu pada anak
unta.’ Lelaki itu menukas, ‘Wahai Rasulullah, apa yang aku perbuat
dengan anak unta?’ Rasulullah menjawab, ‘Tidakkah unta hanya melahirkan
anak unta (Maksudnya, bukankah anak unta itu juga unta),’” (HR. Abu
Dawud dan At Tirmidzi)
Zaid bin Aslam berkata, “Seorang wanita
yang disebut Ummu Aiman datang kepada Nabi Saw dan berkata, ‘Suamiku
mengundangmu.’ Nabi menimpali (dengan nada bergurau), ‘Siapakah ia?
Apakah ia yang di matanya ada putih-putihnya?’ Wanita itu berkata, ‘Demi
Allah, tidak ada putih-putih pada matanya.’ Beliau menjawab, ‘Benar,
pada matanya ada putih-putihnya.’ Ia berkata, ‘Tidak, demi Allah.’
Beliau menjawab, ‘Tidak ada seorang pun kecuali di matanya ada
putih-putihnya.’” Beliau memaksudkan putih biasa yang melingkari kornea
mata, tetapi wanita itu memahaminya sebagai putih di tengah-tengah mata
yang berarti lelaki tersebut terkena penyakit mata semacam katarak.
Ahmad meriwayatkan dari Anas, “Seorang
lelaki dari Badui bernama Zahir memberi hadiah Nabi dengan suatu hadiah
dari Badui, maka Nabi memperhentikannya ketika hendak keluar. Rasulullah
bersabda, ‘Zahir adalah orang Badui kita dan kita adalah orang
kotanya.’ Ia adalah lelaki yang kurus dan Rasulullah menyukainya. Ketika
ia sedang menjual barang-barangnya, Rasulullah mendatanginya dan
mendekapnya dari belakang, saat itu ia tidak melihat Nabi. Zahir
berkata, ‘Lepaskan aku, siapa ini?’. Lalu ia menoleh dan mengenal
Rasulullah. Ia membiarkan punggungnya melekat pada dada Nabi ketika ia
mengetahui bahwa yang mendekap adalah Nabi. Rasulullah Saw lalu berkata
(dengan nada bercanda) ‘Siapa yang mau membeli seorang hamba?’ Zahir
lalu menyahut, ‘Wahai Rasulullah, jadi, demi Allah engkau menjadikan aku
murah tak laku.’ Rasulullah Saw bersabda, ‘Kamu di sisi Allah tidak
murah.’ Atau beliau bersabda, ‘Kamu mahal di sisi Allah.’”
Dari perbincangan di atas, beliau memksudkan hamba adalah hamba Allah, dan kita semua adalah hamba Allah Swt.
At-Tirmidzi mengeluarkan dalam bab
Syamail bahwa Hasan berkata, “Seorang nenek-nenek mendatangi Nabi Saw
dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, doakanlah pada Allah agar memasukkan ku
ke surga’ Beliau menjawab, ‘Wahai Ummu Fulan, sesungguhnya perempuan tua
tidak masuk ke dalam surga.’ Maka perempuan tua itu berpaling dan
menangis. Beliau bersabda, ‘Beritahu ia bahwa ia tidak akan masuk surga
dalam keadaan tua. Allah berfirman,
“Sesungguhnya kami menciptakan mereka
(bidadari-bidadari) dengan langsung dan kami jadikan mereka gadis-gadis
perawan.’” (QS. Al Waaqi’ah : 35-36)
At-Tirmidzi juga mengeluarkan dalam bab
Syamail bahwa Anas berkata, “Rasulullah berkata kepadaku, ‘Wahai yang
memiliki dua kuping.’” Abu Samar berkomentar bahwa maksud beliau adalah
bergurau, setiap manusia memiliki dua kuping.
Jika kita perhatikan contoh-contoh
candaan Nabi Saw di atas, contoh-contoh di atas bahwa canda beliau tidak
keluar dari kebenaran dan kejujuran, melainkan menggunakan cara yang
halus, sampai kaang tidak dimengerti lawan bicaranya, sehingga lawan
bicaranya tersebut memahaminya dengan pemahaman yang lucu. Begitulah,
semua canda dan gurau beliau adalah jujur dan benar.
At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Abu
Hurairah berkata, “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah. Engkau
bergurau dengan kami.’ Beliau bersabda, ‘Aku tidak berkata kecuali
benar.’
Yang ada pada beliau itu adalah kenabian yang jujur dan benar. Tidak ada kenabian yang di dalamnya ada kebatilan sedikit pun. Wallahu a’lam bissawab.
[shodiq ramadhan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar